Da'i yang Berdakwah di Papua

Mereka Tidak Dikenal Penduduk Bumi, Tapi Semoga Dikenal Penduduk Langit

Disalah satu kawasan perumahan di kota Malang aku memarkirkan motor di rumah bercat kuning itu. Tiba-tiba kami disambut oleh seorang ibu yang sudah tua.

"Mari silahkan masuk pak, silahkan masuk.." ibu itu mempersilahkan dengan ramahnya.

Akupun melangkahkan kaki menuju kursi yang berderet rapi. Dan ibu itupun ke kebelakang hendak mengambilkan segelas air untukku.

"Tidak usah merepotkan bu.. "kilahku

Kemudian ibu itu keluar dari sebuah ruangan sambil bawa minum dan makanan ringan. Lalu ibu itu melanjutkan duduk di kursi yang jauh dari tempatku..

Terlihat pancaran berseri dari wajah seorang ibu yang mendekati tua dengan jilbab lebar warna krem. Jika beliau berbicara penuh dengan semangat.

Semenit kemudian muncullah seorang ikhwan yang tidak lain adalah putra beliau ikut nimbrung mengobrol ngalor dan ngidul.

Tapi aku rasa putranya ini tipe pendiam, karena sedari awal sang ibu mendominasi omongan kami. Ibu selalu bercerita ttg pengalamannya.. ohh aku baru tahu beliau berasal dari ternate, mendapat suami orang jawa dan dulu sempat bertugas di papua kemudian masa pensiun di malang.

Aku hanya diam dan hanya menimpali sedikit-sedikit dari pembicaraan ibu yang sudah menjanda 5 tahun yang lalu.

"Saya termasuk orang yang kenal agama sudah telat pak, belajar alquran masih banyak kekurangannya.. setua ini saya masih berusaha ingin memperbanyak hafalan dan tahsin Alquran.. yah walaupun blepotan sana sini."

Tak tahulah.. tiba-tiba ibu ini menceritakan banyak hal, mulai dia kenal sunnah hingga masa hidupnya di papua.

"Ketika bapak berdinas ke papua otomatis kami sekeluarga pindah kesana.." cerita ibu

"Gimana perkembangan Islam disana waktu itu bu?" tanyaku..

"Yah disana alhamdulillah mungkin sekarang perkembangannya cukup baik.. kalau waktu dulu aga susah pak..

Dulu itu dikota kami itu ada seorang dai, saya lupa namanya.. dia datang sendiri kesana. Beliau ingin mengembangkan pendidikan islam didaerah tersebut."

"dari darimana bu...dari salafi ya?" potong saya

"Ohh bukan bukan.. dulu salafi belum seramai sekarang..kalau g salah dari Hidayatullah .." jawab ibu

"Dulu ustadz ini datang kepapua seorang diri.. karena dia punya semangat mengembangkan Islam, akhirnya ada kenalannya bapak memberi tumpangan tanah untuk dijadikan tempat tinggal ustadz tersebut.

tanahnya itu agak jauh dari kota, penuh semak belantara.. kemudian beliau dibantu warga membersihkan semak tersebut. Setelah bersih.. kami sempat bingung ustadz ini nanti tinggalnya gimana..

Tapi masya Allah ustadz itu berinisiatif membuat rumah gubuk dari pelepah kelapa.. dan berbulan-bulan beliau tinggal di gubuk dari pelepah kepala itu.

Bahkan ditahun awal santri-santri dari pedalaman itu diberi tempat tinggal yang juga terbuat dari pelepah kelapa."
Jelas ibu itu panjang lebar..

"Sekarang bagaimana keadaaanya buk?" Tanya saja

"Dulu terakhir sebelum kami pindah ke Malang, mereka sudah dapat tanah wakaf dan sudah membangun beberapa lokal.. alhamdulillah kami juga jadi donaturnya." Kenang ibu itu..

Hikmah:

1. Cerita ini bukan isapan jempol, bahwa masih banyak orang-orang yang peduli terhadap perkembangan Islam di Indonesia. Dan itu bukan klaim satu pihak dari harokah tertentu saja.

2. Jangan hanya lengah dan mengandalkan manusia-manusia berderet title LC, DR, MA atau lulusan dari timteng. Kita bisa melakukan sumbangsih semampu kita tanpa gelar itu.

3. Jika ada rasa egoistis klaim kebenaran hanya 1 pihak, tentunya orang-orang seperti cerita diatas tidak layak sebagai daftar pejuang umat.

4. Banyak manusia-manusia yang lebih memilih mentarbiyah umat daripada hanya mementingkan popularitas jam terbang kajian.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Istri Selingkuh Saat Suami Bekerja, Petaka SMS dengan Lawan Jenis

Cerita Hot Bu Guru dengan Muridnya

Oknum Ustadz Menggoda Istri Orang