Tahlilan = Ahlussunnah

Saya teringat teman yang dulu pernah mondok di Sidoarjo. Pondoknya sih pondok NU. Dalam pencarian jati diri dia pernah masuk ke Jamaah Tabligh. Kemudian dia keluar lagi. Saya tidak tahu alasan dia keluar dari jamaah tabligh.

Tapi dia masih menjalin hubungan baik dg kyai di pondoknya, la wong dia termasuk santri awal pondok kok. Dan adik kandungnya juga sudah jadi Yai lah disana waktu itu.

Kemudian dia merantau ke Arab Saudi menjadi sopir dan sekaligus nyambi belajar ilmu agama ke para masyaikh. Lumayan lamalah...

Nah ketika dia sedang liburan ke tanah air, dia sempatkan berkunjung ke teman-temannya di Pondok tersebut. Setelah tanya kabar, ada beberapa pertanyaan yang membuat kaget temenku ini.

"Cak.. ndok Saudi kono ono ahlussunnah ta?" [Cak panggilan kas arek sby dan sekitarnya]

Temenku ini bengong dan kembali bertanya, "Maksude opo cak, ahlussunnah seng kepiye?"

Temennya menjawab, "Ahlusunnah kwi seng tahlilan koyok awake dewe ngini loh cak"

Lantas temannya ini ketawa dengan pertanyaan teman pondoknya ini. Kemudian dia menjawab..

"Yo opoo caak.. Nabi karo sahabat ora' tahlilan.. mosok arep diomongi dudu ahlussunnah."

tahlilan


Hikmah Kisah

Sudah menjadi tradisi dari saudara-saudara NU bahwa ahlussunnah itu identik dengan tahlilan dg kata lain orang yang tidak tahlilan bukan dari kalangan ahlussunnah. Walaupun tidak tersirat kata takfir. Tapi mengeluarkan seseorang ahlussunnah sangat berat konsekuensinya.

Sebenarnya kalau kita sering membaca siroh ketika kanjeng Nabi SAW masih hidup, banyak kejadian meninggalnya para sahabat dan keluarga beliau namun hal ini nabi tidak melakukan yang namanya tahlilan 1-7 hari, 40 harian, 100harian, 1000 harian.

Namun berdebatan antara pro tahlilan dan anti tahlilan hingga saat ini tidak bisa terelakkan. Hingga olok-olok bahkan sampai ada rumahnya yang dibakar karena tidak mau tahlilan.

Jujur ya, saya dari keluarga NU bahkan waktu muda suka banget dengan namanya tahlilan disamping itu tetangga2 sering meminta bantuan ke saya buat ngundang2 jika salah satu tetangganya akan tahlilan. Jadi saya tahu persis apa yg terjadi ketika acara ini berlangsung..

Waktu itu teman saya bertanya pas tahlilan,

"Mbah, ngopo yo seng teko tahlilan akeh banget sampai kebak, tapi pas sholat isya' ora ono seng teko?

Plak... pertanyaan itu menampar saya.. saya bingung menjawabnya. Soalnya pas acara tahlilan saya pandangi para jamaah satu-satu. Kenapa mereka antusias datang kesini dan tidak antusis datang ke mushola?

Seiring berjalannya waktu ada lagi acara tahlilan, kemudian teman lain bertanya,

"Mbah, penak banget dadi wong sugih yo.. ora sholat, dosane akeh tapi gampang oleh ganjaran karo iso munggah suargo?

"Lah kok iso..maksude piye kwi?" tanyaku

"Lek sugih kan iso ngundang wong kon tahlilan ngirimi pahala, lek wong mlarat kangelan ora iso tahlilan"

Pertanyaan ini menghujam dalam batin saya waktu itu. Walaupun pada waktu itu tidak hapal dalil-dalil tentang fikih kematian.

Ikhtilaf

Pertentangan itu selalu muncul dalam batin. Yang pro Tahlilan itu akan berdalil dan yang anti tahlilan juga menggunakan dalil. Jadi polemik ini akan terus bergulir dan menjadi bom waktu seperti kasus Teuku Wisnu tempo hari.

Dalam tataran argumen, dalil tahlilan selalu menggunakan dalil umum terkait kirim pahala. Lihat disini. Dalam hal ini saya masih bisa toleransi, karena sejatinya saya masih meyakini bahwa kirim pahala itu sunnah dan ada dalilnya. Namun secara khusus yg masih belum bisa ketemu adalah terkait: 1 hari, 2 hari, 3  hari, 4 hari, 5 hari, 6 hari, 7 hari, 100 hari, 1000 hari.

Saya tidak mau membenturkan masalah ini antara wahabi atau bukan. Namun nyatanya Muhamadiyah juga tidak tahlilan dan sungguh amat bodoh jika di cap bukan golongan ahlussunnah.

Memaksa umat islam lain agar ikut tahlilan bukan hal bijak. Jika saja diterapkan pada muslim Suriah atau Palestina apakah mereka akan tahlilan sepanjang hari? tentu mereka sangat berat bukan?

Seharusnya kita bisa bijak dalam menindak lanjuti sebuah hukum, yang mana tahlilan bab khilaf (jika dianggap sunnah) yang padahal banyak sunnah-sunah berdalil shohih namun masyarakat muslim jarang mengerjakannya. Anda bisa dapati sholat tahajud, puasa senin-kemis, shalat dhuha, dll dimana disitu sudah jelas2 disepakati sunnah dan dalil shahihnya.

Mungkinkah kelak tahlilan bukan menjadi standarisasi untuk menjadi ahlussunnah. Namun saya harap besok shalat jamaah, shalat dhuha, puasa senin-kemis, shalat tahajud, sedekah menjadi standasasi nasional untuk menjadi ahlussunnah.

Catatan: Tulisan ini hanya refleksi sosial agar kita tidak mudah terprovokasi oleh oknum :)

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Istri Selingkuh Saat Suami Bekerja, Petaka SMS dengan Lawan Jenis

Cerita Hot Bu Guru dengan Muridnya

Oknum Ustadz Menggoda Istri Orang